Beberapa adat istiadat bagi suku dayak yang masih
terpelihara hingga kini, dan dunia supranatural Suku Dayak pada zaman dahulu
maupun zaman sekarang yang masih kuat sampai sekarang. Adat istiadat ini
merupakan salah satu kekayaan budaya yang dimiliki oleh Bangsa Indonesia,
karena pada awal mulanya Suku Dayak berasal dari pedalaman Kalimantan.
* Upacara Tiwah
Upacara Tiwah merupakan acara adat suku Dayak. Tiwah
merupakan upacara yang dilaksanakan untuk pengantaran tulang orang yang sudah
meninggal ke Sandung yang sudah di buat. Sandung adalah tempat yang semacam
rumah kecil yang memang dibuat khusus untuk mereka yang sudah meninggal dunia.
Upacara Tiwah bagi Suku Dayak sangatlah sakral, pada
acara Tiwah ini sebelum tulang-tulang orang yang sudah mati tersebut di antar
dan diletakkan ke tempatnya (sandung), banyak sekali acara-acara ritual,
tarian, suara gong maupun hiburan lain. Sampai akhirnya tulang-tulang tersebut
di letakkan di tempatnya (Sandung).
* Dunia Supranatural
Dunia Supranatural bagi Suku Dayak memang sudah sejak
jaman dulu merupakan ciri khas kebudayaan Dayak. Karena supranatural ini pula
orang luar negeri sana menyebut Dayak sebagai pemakan manusia ( kanibal ).
Namun pada kenyataannya Suku Dayak adalah suku yang sangat cinta damai asal
mereka tidak di ganggu dan ditindas semena-mena. Kekuatan supranatural Dayak
Kalimantan banyak jenisnya, contohnya Manajah Antang. Manajah Antang merupakan
cara suku Dayak untuk mencari petunjuk seperti mencari keberadaan musuh yang
sulit di temukan dari arwah para leluhur dengan media burung Antang, dimanapun
musuh yang di cari pasti akan ditemukan.
Mangkok merah. Mangkok merah merupakan media persatuan
Suku Dayak. Mangkok merah beredar jika orang Dayak merasa kedaulatan mereka
dalam bahaya besar. “Panglima” atau sering suku Dayak sebut Pangkalima biasanya
mengeluarkan isyarat siaga atau perang berupa mangkok merah yang di edarkan
dari kampung ke kampung secara cepat sekali. Dari penampilan sehari-hari banyak
orang tidak tahu siapa panglima Dayak itu. Orangnya biasa-biasa saja, hanya
saja ia mempunyai kekuatan supranatural yang luar biasa. Percaya atau tidak
panglima itu mempunyai ilmu bisa terbang kebal dari apa saja seperti peluru,
senjata tajam dan sebagainya.
Mangkok merah tidak sembarangan diedarkan. Sebelum
diedarkan sang panglima harus membuat acara adat untuk mengetahui kapan waktu
yang tepat untuk memulai perang. Dalam acara adat itu roh para leluhur akan
merasuki dalam tubuh pangkalima lalu jika pangkalima tersebut ber “Tariu” (
memanggil roh leluhur untuk untuk meminta bantuan dan menyatakan perang ) maka
orang-orang Dayak yang mendengarnya juga akan mempunyai kekuatan seperti
panglimanya. Biasanya orang yang jiwanya labil bisa sakit atau gila bila
mendengar tariu.
Orang-orang yang sudah dirasuki roh para leluhur akan
menjadi manusia dan bukan. Sehingga biasanya darah, hati korban yang dibunuh
akan dimakan. Jika tidak dalam suasana perang tidak pernah orang Dayak makan
manusia. Kepala dipenggal, dikuliti dan di simpan untuk keperluan upacara adat.
Meminum darah dan memakan hati itu, maka kekuatan magis akan bertambah. Makin
banyak musuh dibunuh maka orang tersebut makin sakti.
Mangkok merah terbuat dari teras bambu (ada yang
mengatakan terbuat dari tanah liat) yang didesain dalam bentuk bundar segera
dibuat. Untuk menyertai mangkok ini disediakan juga perlengkapan lainnya
seperti ubi jerangau merah (acorus calamus) yang melambangkan keberanian (ada
yang mengatakan bisa diganti dengan beras kuning), bulu ayam merah untuk
terbang, lampu obor dari bambu untuk suluh (ada yang mengatakan bisa diganti
dengan sebatang korek api), daun rumbia (metroxylon sagus) untuk tempat
berteduh dan tali simpul dari kulit kepuak sebagai lambang persatuan.
Perlengkapan tadi dikemas dalam mangkok dari bambu itu dan dibungkus dengan
kain merah.
Menurut cerita turun-temurun mangkok merah pertama
beredar ketika perang melawan Jepang dulu. Lalu terjadi lagi ketika pengusiran
orang Tionghoa dari daerah-daerah Dayak pada tahun 1967. pengusiran Dayak
terhadap orang Tionghoa bukannya perang antar etnis tetapi lebih banyak muatan
politisnya. Sebab saat itu Indonesia sedang konfrontasi dengan Malaysia.
Menurut kepercayaan Dayak, terutama yang dipedalaman
Kalimantan yang disampaikan dari mulut ke mulut, dari nenek kepada bapak, dari
bapak kepada anak, hingga saat ini yang tidak tertulis mengakibatkan menjadi
lebih atau kurang dari yang sebenar-benarnya, bahwa asal-usul nenek moyang suku
Dayak itu diturunkan dari langit yang ke tujuh ke dunia ini dengan “Palangka
Bulau” ( Palangka artinya suci, bersih, merupakan ancak, sebagai tandu yang
suci, gandar yang suci dari emas diturunkan dari langit, sering juga disebutkan
“Ancak atau Kalangkang” ).
0 komentar:
Posting Komentar